Kamis, 29 September 2011

My abstract

AN RAMZIAH Najah, C44050502. The port activity according to the existence of facilities in Lampulo Coastal Fishing Port, Banda Aceh. Guided by ERNANI LUBIS AND RETNO MUNINGGAR


The success of fishing port operational can not be separated from all the supporting factors are there, one of them is the availability of fishing port facilities. The existence and condition of port facilities is one of the benchmarks of success of capture fisheries. Fishing ports can perform optimally if the existence facilities is adequate and in suitable with needs.
Lampulo Coastal Fishing Port is not working optimally after the tsunami. A total of 9563 units boats without motor, outboard boats and inboard boats were damaged by the tsunami, including the PPP Lampulo, 30 Fish Landing Base (PPI), ice plant, cold storage, Seed Fish/Shrimp Seed Office, and the fish Market.
This study aims to obtain information about the existence and condition of facilities in the PPP Lampulo, Banda Aceh; determine the level of existence, needs, and facility conditions to support their activities; and determining the ratio between the existence and needs of the facilities.


This research using case method of existence, needs, and facility conditions and the ratio between the existence and the need for facilities to support activities in the PPP Lampulo. Analysis conducted descriptive statistical approach.


In general, the existence and condition of facilities in supporting the activities of the PPP Lampulo has gone good. This is because the existence and condition of facilities in good category. The existence, needs, and general condition of facilities in supporting the activities of fish landings have a good category, event handling and processing of fish have very good category; marketing activities, maintenance and repairs, as well as administration and counseling with a good category. Obtaining the ratio between the exist facilities of the should be facility, namely on the vital facilities 1:1,12 (good), significant 1:1 (very good), and complement 1:1,43 (good) and this indicates that all activities in the PPP Lampulo could walk properly.


Keywords: Banda Aceh, the facilities, fishing ports, PPP Lampulo



Perempuan itu..




Masih kuingat perempuan itu
setiap pagi setelah menanak nasi
dan memasak
pergi mencari sesuap nasi


roman wajahnya teguh tegar
aku memperoleh kesejukan
saat menatap bening telaga dalam hitam bola matanya


langkah kakinya teratur kekar


aku tak mampu menyamai kecepatannya hingga dia
mengangkat dan menggedongku dalam pelukannya


Masih kuingat perempuan itu
dalam rahimnya aku tumbuh
sebuah tempat bermain yang paling mengasyikkan
aku meloncat berputar
dan menendang-nendang sepuasku


aku tak tahu, lho
kalau perempuan itu menderita karenanya
tapi aku yakin
perempuan itu juga amat bahagia


harus kuakui sejujurnya
aku sebal dan kesal harus keluar dari dunia yang paling
nyaman untuk dihuni,
rahim perempuan itu
aku protes!
aku berontak!
aku menangis kuat-kuat, oe...! oee ...! oeee...!


Masih kuingat perempuan itu
harum tubuhnya menjadi penyebab aku terlelap
dalam dekapan hangatnya
obrolan tengah malam berdua bersamanya merasuk
sukma dan otakku
do’a yang dinaikkannya dipertiga malam
menebus langit ketujuh, bersemayam, mengendap
dan akhirnya jatuh berupa butir-butir kasih sayang
menjadi pupuk terbaik bagi pertumbuhan batinku




Ma,
engkaulah perempuan itu
perempuan yang kucintai sepenuh hati
tak ada daya upaya sekuat tekadmu
tak ada kasih sayang setulus milikmu
tak sanggup aku mengingkari cintamu
tak sanggup aku membalas kasihmu




Ma,
bukan cuma aku yang membutuhkanmu
bangsa ini pun bertopang pada pilarmu
pilar kejujuran, kebersahajaan, keanggunan, keteladanan
sekaligus kekuatanmu
Rabbiqfirli wali walidaya warhamhumma kama rabbayani
shaqira’
Ya Allah,
kasihi dan sayangilah dia
sebagaimana dia mengasihi dan menyayangiku di waktu
aku kecil
I love you, ma!




Jkrt, 1404 at 4 am
-- Penghujung Fajar--

about my hobby :)

assalamu'alaykum..

bismillahirrahmanirrahim..
Hmm..kalau ditanya sejak kapan zi suka jepret..
Zi juga bingung ngejawabny..hehee :D
Tapi mungkin since he left me..
Zi baru sadar kalau zi ga punya foto-foto bersama beliau..
Apalagi semenjak zi kul diIPB..interaksinya ma beliau makin berkurang..
Walaupun komunikasi lewat hp tetep jalan..
Tapi rasanya beda..very different..

Lanjut lagi mengenai kesukaan zi sama jepret..
Rasanya ada kebahagiaan tersendiri bisa ngeframe ciptaan Allah..
Ga bosen untuk dilihat :D Subhanallah ciptaanNya..
Apalagi kalau ada moment yang pas..

Kalau ditanya zi belajar dari mana jepret..
Zi juga bingung..
Tapi zi suka coba-coba dan otak-atik..
tanya sana-sini yang udah mantep jepretannya (Thanks buat Mba Devina, Kak Wicak,
Pak Dedy, Mas Galih, Bang Edy, Mba Dian..atas info-infonya..)
Jazakllh buat bang Sayed dan Pak Novi atas motivasi2nya…
Terrusss sapa agi ya?lupa zi..(maklum si short memory..harus banyak dan sering diinget..hehee)

Oh ya..gara-gara zi suka bawa kamera kemana-mana..
Zi dijulukin tukang photo mesjid raya (karena memang di Mesjid Raya Baiturrahman suka ada
tukang photo keliling bagi yang mau dijepret dengan background Mesjid Raya)..
Ampuuun deh yang ngasih julukan..(padahal yang tukng photo di Mesjid Raya kan bpak2..)

Zi seneng banget ngelihat hasil jepretan orang..
Bagus-bagus euyy..banyak ngasih inspirasi (cielaah bahasanya :D)
Maklumlah msih amatiran..jadinya masih banyak butuh referensi :)

Walaupun zi cuman punya kamera yang masih sederhana..
Yang penting zi bisa jepret..
It’s make me feel happy..very happy..
InsyaAllah kalau zi ada rezeki ditambah lagi “pernak-pernik”nya..
Mohon do’anya ^^

Hmm...bingung mau nulis apalagi..
Yaudah deh..Salam Jepret aja :D:D

wasalamu'alaykum..


Membebas Makna Ikhlas


Ikhlas, kata yang tak mudah dan selalu menyisakan tanya
Dan kita adalah manusia
Yang tak dapat tidak
Suka menuliskan kebajikan-kebajikan kita


Maka aku menuliskan kebajikan di atas pasir
Menjadi gelombang kecil, kecil saja
di permukaan, meriak, dan hilang
Lalu yang tampak hanya wajahku kehausan

Atau terkadang kutulis di atas pasir
Agar angin keikhlasan menerbangkannya jauh dari ingatan
Agar ia terhapus, menyebar bersama butir pasir ketulusan

·      Ikhlas bermakna sebuah perjalanan panjang. Perjalanan untuk menemukannya.
·      Seorang yang ikhlas “mencintai apa yang dilakukannya”. Bukan sekedar “melakukan apa yang dicintainya”.


Allahu a ‘lam bish shawab

Allah Ghoyatuna..Nothing Else!!: Perempuan itu..

Allah Ghoyatuna..Nothing Else!!: Perempuan itu..

Senin, 26 September 2011

Sesadar Sang Penyelam


“…Mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami,   
mereka mempunyai mata, tetapi tidak dipergunakannya untuk melihat, dan mereka mempunyai telinga, tapi tidak dipergunakannya untuk mendengar.  Mereka itu penaka binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.
(QS. Al-A’raaf: 179)


Hal pertama yang membedakan seorang penyelam dengan seorang yang tenggelam adalah kesadaran. Jika seorang yang menyelam disebut ‘sadar’, maka yang tenggelam bisa disebut ‘lalai’.

Kesadaran membuat kita bisa mempersiapakan diri dan perangkat-perangkat untuk menyelami lautan kehidupan ini. Kesadaran adalah anugerah agar kita bisa memilih yang terbaik diantara alat-alat itu, seoptimal kemampuan kita. Kesadaran membuat mata kita terbuka, tubuh lincah bergerak kian kemari, dan semua indera peka untuk merasakan berbagai keindahan hidup ketika mereka yang tenggelam hanya mengutuk, mengumpat, gelagapan, dan kembung kesakitan dalam lautan nikmat Allah. Mengapa manusia bisa beriman, beribadah, bersyukur, dan bersabar? Salah satu jawaban termudahnya  adalah, karena dia sadar. Karena dia tidak lalai.

Allahu a ‘lam bish shawab

Rabu, 21 September 2011

Ketika Aku Memilih

Dalam setiap pilihan hidup apapun itu, seorang mukmin beristikharah pada Allah. Tetapi shalat istikharah merupakan salah satu tahapan, sebagai bentuk kepasrahannya kepada apa saja yang terbaik dipilihkan Allah untuk dunia, agama, dan akhiratnya. Istikharah yang sesungguhnya dimulai jauh sebelum itu; dari rasa taqwa, menjaga kesucian ikhtiar, dan kepekaan dalam menjaga hubungan baik dengan Allah.

Ketika segala sebelumnya dijalani dengan apa yang diaturNya, maka istikharah adalah saatnya bertanya. Pertama tentang pantaskah kita dijawab olehNya. Yang kedua, seperti apa jawaban itu. Yang ketiga beranikah kita untuk menerima jawaban itu dengan apa adanya. Karena itulah sejujur-jujurnya jawaban. Disitulah letak furqaan, kepekaan khas orang bertaqwa.

Karena soalnya bukanlah diberi atau tidak diberi. Soalnya, bukan diberi dia atau diberi yang lain. Urusannya adalah tentang bagaimana Allah memberi. Apakah di ulurkan lembut dengan cinta, ataukah di lempar ke muka penuh murka. Bisa saja yang diberikan sama, tapi rasa dan dampaknya berbeda. Bisa juga yang diberikan pada kita berbeda dari apa yang diharap hati, tapi rasanya jauh melampaui. Di situlah yang kita namakan barakah.


Allahu a ‘lam bish shawab

Senin, 19 September 2011

Tak Ada Pilihan Lain Kecuali Memilih

               Apapun, yang kita pilih di dunia ini ujungnya adalah tanggung jawab. Memikul tanggung jawab apapun pasti melelahkan. Tidak ada hidup yang tidak melelahkan. Semuanya pasti berujung pada kelelahan. Yang membedakan hanya bagaimana seseorang memahami dan menghargai hidupnya dengan kebaikan. Hanya itu yang membedakan.
“Jika kamu (pada Perang Uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (kafir) itupun (pada Perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim, dan agar Allah membersihkan orang-orang yang beriman (dari dosa mereka) dan membinasakan orang-orang yang kafir. (QS. Ali-Imran: 140-141)

                Allah SWT menjelaskan, bahwa pada dasarnya orang kafir maupun orang Mukmin itu sama-sama mengalami rasa capek, kelelahan, kesakitan. Tetapi yang membedakan antara orang Mukmin dengan orang kafir ialah bahwa meski sama-sama sakit, sama-sama lelah, orang Mukmin mengharapkan semua itu ada balasan pahalanya di sisi Allah. Sementara orang-orang kafir tidak bisa mengharapkan balasan pahala tersebut dari Allah SWT.

·         Hidup hanyalah kesempatan untuk membuat pilihan –pilihan. Segalanya digulirkan dan digilirkan.
·         Setiap manusia lahir, hidup, lalu mati. Kecil, akhirnya membesar. Muda, lama-lama tua. Muncul kesenangan, terkadang berganti kesedihan. Sehat dan sakit. Semua fana. Semua pasti selalu berubah, bergerak, dan berjalan. Tetapi semuanya akan berhenti dan berakhir.
·         Rasulullah saw dalam hadist shahih menyebutkan, “Orang yang cerdas itu adalah orang yang mengendalikan dirinya dan mempersiapkan hidup setelah mati.”
·         Coba kita bertanya pada diri sendiri, apa yang kita cari dalam hidup ini? Jawablah pertanyaan itu dari sudut pandang yang kita mau. Dari sudut kekayaan, harta benda, materi, dan keduniaan. Dari sudut popularitas, jabatan, kehormatan, penghargaan, dan kemuliaan. Atau dari sudut mana pun yang lainnya  yang kita mau.
·         Tanyakan lagi, tentang kematian yang merupakan fase pasti setelah kehidupan. Jika kita berorientasi pada kekayaan, harta benda, materi, dan keduniaan. Tanyakanlah apa dampak itu semua pada fase kehidupan setelah kematian?

Kehidupan memang sebuah bentangan jalan yang akan berakhir. Kematian pasti terjadi siapapun kita. Sebesar apapun kuasa dan jabatan kita. Seluas apapun milik kita. Sekuat apapun perlindungan kita. Begitu mahalnya nilai hidup. Karena itu, setiap orang harus memberi pilihan yang tepat untuk mengisi hidup.

·         Pilihan dalam hiduplah yang akan menentukan siapa kita
·         Pilihan dalam hidup juga yang akan menentukan kemana kita nantinya.
·         Pilihan hidup juga yang akan menetapkan seluruh akibat yang harus kita jalani nantinya.
·         Setiap hari umur bertambah, usia berkurang. Hal itu berarti kematian kian dekat. Tak ada pilihan lain, kecuali kita harus memilih jalan hidup yang benar.

Allahu a ‘lam bish shawab

Minggu, 18 September 2011

Secuil tulisan untuk Ibu..

Aku bisa merasakan rentakknya hatimu karena harus berjuang seorang diri tanpa ada seorang pendamping disisimu. Berusaha seorang diri untuk membesarkan dan membiayai aku dan ketiga orang adikku. Beliau tak pernah lelah. Guratan tanda ketuaannya sudah mulai terlihat. Tapi sampai sekarang aku belum bisa membahagiakannya, pasca kepulangan aku yang sudah hampir ± 4,5 tahun mencari ilmu di daerah orang. Terkadang ada banyak hal yang belum bisa ibu mengerti tentang kesibukanku “di jalan ini” dan aku harus berusaha sebisa mungkin untuk memberi pemahaman secara perlahan kepada beliau. Walaupun beliau terlihat keras dari luar. Tapi aku pahami karena itu menutupi kesedihannya akan kehilangang seorang suami, tempat ia berbagi.

Aku tak ingin melihat guratan kesedihan lagi dimatanya. Apalagi semenjak peristiwa “itu”. Aku tau kalau ibu sampai sekarang masih berpikiran mengenai masalah itu. Aku tau akan sedihnya hati beliau akan alasan yang tak bisa diterima secara logika. Alhasil, aku yang jadi “kambing hitamnya”. Tapi aku terima ini semua. Aku bisa memahami perasaan ibu. Apalagi tak ada ayah. Aku harus bisa membesarkan hati ibu. Ini semua merupakan cobaan yang Allah berikan untuk kita. InsyaAllah..aku ikhlas akan peristiwa itu..InsyaAllah..

Aku berusaha untuk menampakkan ketidakpedulianku tentang peristiwa “itu”. Walaupun aku sendiri merasa sedih dan sampai sekarang belum bisa melupakan alasannya. Tapi aku tak ingin ibu tau kalau aku sedih. Cukup hanya kepadaNya aku mengadu akan semua ini. Biarlah Allah yang menilai ini semua. Innallaha ma’ash shabiriin.

“Dan barang siapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya”    (QS. Az-zalzalah:8)

 Ibu..tak akan kubiarkan engkau sedih lagi..aku teramat sangat menyayangi. Izinkan aku untuk menghapus segala kesedihan diwajahmu. Tak akan kubiarkan ada orang yang membuatmu sedih lagi. Aku tau..kalau engkau sangat menyayangiku. Tapi memang caramu yang berbeda dengan ibu-ibu lain yang memberi kasih sayang terhadap anaknya. Engkau punya cara yang berbeda untuk memberi kasih sayang terhadap anak-anaknya. Bukan lewat ucapan tapi perbuatanmu. Allah menciptakan manusia dengan berbagai keragamannya.

  Keinginan aku untuk sekolah lagi, aku tau bukan engkau tidak mengizinkan. Tapi rasanya terlalu cepat aku pergi lagi setelah dalam waktu yang lama aku meninggalkanmu. Apalagi saat ini ayah sudah tidak ada. Aku yang harus bisa memahami keadaan ibu. Sebelum Allah mengizinkan aku untuk mencari ilmunya lagi, sekarang yang harus kulakukan adalah birrul walidain. Rasanya apa yang kulakukan selama ini tak akan pernah bisa menggantikan segala pengorbanannya kepadaku. Tak akan pernah bisa terganti oleh apapun.

Ibu..aku mencintaimu karena Allah..
Aku sangat bersyukur telah lahir dari rahimmu
Allah telah memilihmu untuk jadi Ibuku dan
Allah telah memilih aku untuk jadi anakmu..
Ya Allah..terimakasih telah memberikan seorang ibu yang luar biasa..
Ibu..an Uhibbuhu lillah..








Allahu a ‘lam bish shawab

Jumat, 16 September 2011

Anak-anak itu memang lucu banget ^^



   di saat ingin melepaskan segala beban pikiran yg ada..

bagiku..obat yang mujarab adalah berinteraksi dengan anak-anak.
I love kids :)
walaupun sedikit pusing dengan berbagai pertanyaan mereka. tapi semua terobati dengan senyumnya yg begitu tulus dan ikhlas..
ga ada yg dipaksakan..







  
 seneng banget bisa berinteraksi dengan mereka..walaupun nanti hanya bisa sebulan bisa berinteraksi dengan mereka. semoga dalam kurun waktu itu, aku bisa melupakan apa yg sedang aku alami saat ini. cukup hanya aku dan Dia yg tau :)


hayooo zii..Semangatt!! :D

 
NB: gambarnya bukan anak2 SD nurul fikri..
belum sempat zi ambil..maybe.the last moment, i'm here..
i will take..InsyaAllah ^^



Kamis, 15 September 2011

Ambil ini Abu Sulaiman!


         Kali ini aku ingin menuliskan  kisah-kisah agung gugurnya para panglima pada benturan pertama peradaban Madinah dengan Romawi .
Panglima Zaid ibn Haritsh merangsek ke tengah musuh membawa bendera Rasulullah hingga puluhan tombak menyapa tubuhnya, memintanya untuk berhenti dan ruhnya disambut ranjang surga. Panglima kedua, Ja’far meraih bendera itu dan memegangnya dengan tangan kanan hingga lengannya lepas. Lalu dipegangnya dengan tangan kirinya, dan tangan itu pun putus. Lalu didekapnya bendera itu di dadanya hingga seorang prajurit Romawi membelah tubuhnya. Maka Ja’far segera terbang ke surga.

          Jika kau ikuti kedua pahlawan itu”, gumam sang panglima ketiga, “Kau akan mendapat petunjuk”. Tapi terbesit keraguan dalam hatinya. Akankah pertempuran ini diteruskan sementara korban yang jatuh dari kaum muslimin telah demikan banyak? hanya dalam beberapa saat dua panglima telah memenuhi janji pada Allah untuk mati membela agamaNya. Dia sungguh ragu. Tidakkah ini sia-sia? Tapi tidak. Dia juga sudah dekat dengan cita-citanya. Pasukan ini milik Allah, kepadaNyalah ia titipkan jika memang telah tiba saat baginya untuk menyusul kedua sahabatnya. Maka dia diingatkan kembali akan cita-citanya. Syair diteriakkan dngan lantang. Biarlah jiwanya yang di dalam dada menyimak. Biarlah tiap makhluk menjadi saksi.

          Maka dilemparkan pula sekerat tulang yang tadi dia gigit untuk menegakkan punggungnya. Dia menjemput cita tingginya. ‘Abdullah ibn Rawahah itu syahid. Tsabit ibn Arqam Al Ajlani segera meraih bandera dari pelukan ‘Abdullah’ dan berlari ke arah seseorang yang sibuk membabat musuh dari punggung kudanya. “Ambil ini Abu Sulaiman!!!”, dia berteriak.

           “Tidak!”, kata yang dipanggil. “Jangan aku. Engkau ikut Perang Badar, engkau yang lebih layak!”
                “Demi Allah, ambil ini Abu Sulaiman!!Tidaklah aku mengambilnya melainkan kuberikan padamu!!”

            Dan orang yang dipanggil Abu Sulaiman itupun mengambilnya. Disaat itulah, di waktu yang bersamaan, dari atas mimbar Masjid Nabawi di Madinah, sang Nabi berlinang air mata mengisahkan kegagahan tiga panglima yang diutusnya. Setelah air matanya sedikit terseka, beliau Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “ Lalu bendera itu diambil oleh salah satu pedang di antara pedang-pedang Allah dan Allah memberikan kemenangan melaluinya”.

Pedang Allah itu akrab dipanggil Abu Sulaiman. Nama aslinya Khalid ibn Al Walid

Rabu, 14 September 2011

Janji, dari Kepercayaan Menuju Kesetiaan

  •     Bila kepercayaan adalah aspek jiwanya,maka janjilah aspek raganya.
  •     Bila kepercayaan adalah ruhnya, maka janji adalah jasadnya.
  •      Bila kepercayaan adalah kekuatan batin, maka janji adalah penopang lahirnya.
  •           Begitulah seterusnya.
                Maka sepenggal janji adalah harga yang mahal untuk sebuah kepercayaan. Sebab janji yang tidak bisa dipercaya, atau janji yang tak ada kepercayaan di dalamnya, ibarat buah yang ranum kulitnya, tapi kopong di dalamnya. Tak ada buahnya yang bisa dimakan.

         Maka Islam mengajarkan moralitas janji, dari dua arah yang sangat dominan. 
Arah pertama bahwa janji harus selalu digantungkan kepada masyiah Allah, kehendak dan izin-Nya. Maka kita diharuskan mengiringi setiap janji, bahkan setiap rencana, dengan mengucapkan “Insya Allah”.
“Dan janganlah sekali-kali kamu mengatakan terhadap sesuatu, ‘Sesungguhnya aku akan mengerjakan itu besok pagi. Kecuali (dengan menyebut) Insya Allah.’ Dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa dan katakanlah, ‘Mudah-mudahan Tuhanku akan memberi petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya dari pada yang ini.” (QS. Al-Kahfi: 23-34)

          Moralitas janji seperti ini menegaskan kepada kita, bahwa kita tidak akan bisa melakukan apa saja kecuali atas izin Allah. Mengucapkan Insya Allah mengajari kita tentang etika tahu diri seorang manusia yang tak mengerti akan takdir apa esok hari.

           Moralitas kedua dari sisi penuaiannya. Janji-janji itu harus ditepati, dalam kadar ikhtiar manusiawi yang maksimal. Seperti seorang muslim. Mengucapkan dua kalimat syahadat adalah janji keislamannya. Menunaikan rukun Islam adalah pembuktian kepercayaannya. Tapi kesetiaanlah yang akan memberinya umur bagi pembuktian janji itu. 

          Seperti yang dilakukan seorang sahabat terkenal, Abu Ubaidah Amir Ibnul Jarrah. Semenjak mengulurkan tangannya, berbaiat dan bersumpah setia kepada Rasulullah, ia sadar bahwa hidupnya akan dibaktikan sepenuhnya di jalan Allah. Ia telah mengikrarkan janji itu. Lalu ia membuktikkan bahwa dirinya bisa dipercaya. Ia bekerja dengan tulus.

          Maka, mulailah berjanji dengan benar, janji yang punya ruh kepercayaan, lalu hidup panjang dengan kesetiaan.. sebagai orang beriman.

Allahu a ‘lam bish shawab
                


Selasa, 13 September 2011

Ada yang salah dengan anak yatim?



Anak yatim..tak punya ayah lagi..
Anak yatim..hidup dengan penuh kedukaan..
Anak yatim..hanya karena statusnya mengalami refusal..
Anak yatim..kalau ia bisa memilih ia pun tak ingin hidup tanpa ayah lagi..
Anak yatim.. ingin juga seperti yang lain yang memiliki orangtua lengkap..
Anak yatim..memendam kerinduan yang sangat dalam kepada ayahnya..
Anak yatim..tak ingin juga tak memiliki ayah, tapi Allah telah memilih ia..
Anak yatim..harus hidup lebih mandiri dan kuat dari anak-anak lain yang memiliki ayah..
Anak yatim..harus bisa memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa merepotkan ibunya..

Selama ini dia berusaha untuk tegar dihadapan ibu dan adik-adiknya karena ketiadaan ayah disampingnya.  Walaupun dalam tiap sujud panjang malamnya, ia sering menangis akan rindu dan waktu yang sedikit ia punya saat bersama dengan ayahnya. Tapi kenyataan yang ga sesuai dengan apa yang dia harapkan selama ini. Ada yang menganggap beda akan statusnya sebagai anak yatim.

Ternyata ada juga dari “kalangan masyarakat tertentu” yang masih belum bisa menerima kondisi seseorang yang yatim, tidak punya ayah lagi. Walaupun alasannya tidak bisa diterima akal sehat tapi keadaan ini riil terjadi di masyarakat kita. Semacam ada refusal dari mereka, jika seseorang tersebut yatim. Miris hati mendengarnya. Aku pun ga bisa menangkap dan menyimpulkan dengan jelas apa maksud dari alasan mereka yang dia ceritakan kepadaku. Karena semuanya seperti alasan yang diadakan-adakan. Ga bisa diterima dengan logika. Ga logis!

Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua,karib-kerabat, anak-anak yatim,orang-orang miskin…” (QS. Ali-Imran : 36)
Sekali-kali tidak! Bahkan kamu tidak memuliakan anak yatim ” (QS. Al-Fajr : 17)
Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungi (mu) ” (QS. Ad-Duha : 6)

Biarlah Allah yang menilai ini semua.. Innallaha ma’ash shabiriin..


*NB: Dari kisah seseorang yang benar-benar terjadi. Walaupun sempat ga percaya, tetapi ini terjadi di masyarakat kita. Semoga ada hikmah dan jadi media pengingat buat saya sendiri khususnya..(nama dan tempat disamarkan ^^).

Allahu a ‘lam bish shawab

Senin, 12 September 2011

Ayah..An Uhibbuhu lillah..

  •        “Anakku! Ambillah bekal di dunia. Jangan kau terlalu menolaknya, agar kau tidak menjadi beban bagi manusia”. (Luqman Al Hakim)
  •       Said bin Musayyib berkata kepaa anaknya, “ Sungguh, akan aku tambahkan shalatku karena agar aku selalu dijaga (Allah) untukmu”.
  •      “Anakku, janganlah jadikan dirimu lebih lemah dari ayam jantan ini. Ia bersuara diwaktu sahur, sedang kamu tidur pulas di atas kasurmu.” (Luqman Al Hakim)
  •       Teringat cerita seorang laki-laki yang dikenal banyak beribadah. Saat mengalami sakratul maut, keluarganya menangis mengelilinginya. Laki-laki itu mengatakan, Tolong aku ingin duduk..”Setelah duduk, ia pun bertanya tiap keluarga yang menangisinya..dari mulai ayah, ibu, istri, hingga anak2nya..
  •        Pada anaknya ia bertanya: “Anak-anakku apa yang membuat kalian menangis?” Anak-anaknya menjawab, “KARENA KEDUKAAN DAN KEHINAAN ANAK YATIM BILA AYAHNYA MENINGGAL.”
  •        Lalu lelaki itu berkata: “tak ada yang perlu kalian tangisi karena kepergianku.tidak adakkah diantara kalian menangisi bagaimana aku harus berdiri dihadapan Rabbku…”
  •         Ya Tuhan kami, janganlah jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami.” (QS. Ali Imran:8)
Setidaknya untuk suatu waktu tertentu, kita harus mengenang kembali ayah kita. Terlepas ayah kita sudah wafat ataukah masih sehat, sejatinya ayah kita selalu ada, selamanya. Bila sudah tidak ada secara fisik, masih ada jejak keberadaannya. Merintis pada wujud kit. Sebagian tersalin pada wajah kita yang begitu mirip, atau perangainya yang kita serupai. Like father like son. Pasti ada yang bisa kita jadikan alasan unuk merasakan ayah  kita selalu ada.

Maka menghadirkan kembali kenangan akan ayah tercinta seharusnya bias dilakukan oleh semua kita. Siapapun kita, seperti apapun ayah kita, dan dimanapun kini ayah kita berada. Sejak ayah kita mengambil takdirnya untuk menjadi ayah, ia pasti jauh bahwa kewajibannnya sebgai ayah jauh lebih banyak dari apa yang mungkin bias ia harapkan dari anak-anaknya. Kebanyakan dari harapan itu pun bukan suatu pengembalian yang ingin ia minta dari kita.
  •      Ayah sungguh aku rindu padamu…” Aku tahu bahwa engkau sangat tahu seberapa besar cintaku padamu. Kini aku hanya ingin”.  mengucapkannya lebih sering lagi
  •       Cinta ayah adalah cinta yang memberi proses pada pembentukkan dan perkembangan kepribadianku, meski dengan caranya yang sederhana.
  •       Dengan cintanya, ayah selalu ingin berbuat yang terbaik untukku.
  •       Yang ayah wariskan kepada aku bukan kata-kata atau kekayaan, tetapi sesuatu yang terucapkan..
  •        I would say…Terimakasih Allah telah meminjamkan seorang ayah yang begitu hebat dan luar biasa untukku, ibu dan adik-adikku..
  •      “ Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.” (QS. Al Isra’: 23-24)




Allahu a ‘lam bish shawab