Masih kuingat perempuan itu
setiap pagi setelah menanak nasi
dan memasak
pergi mencari sesuap nasi
roman wajahnya teguh tegar
aku memperoleh kesejukan
saat menatap bening telaga dalam hitam bola matanya
langkah kakinya teratur kekar
aku tak mampu menyamai kecepatannya hingga dia
mengangkat dan menggedongku dalam pelukannya
Masih kuingat perempuan itu
dalam rahimnya aku tumbuh
sebuah tempat bermain yang paling mengasyikkan
aku meloncat berputar
dan menendang-nendang sepuasku
aku tak tahu, lho
kalau perempuan itu menderita karenanya
tapi aku yakin
perempuan itu juga amat bahagia
harus kuakui sejujurnya
aku sebal dan kesal harus keluar dari dunia yang paling
nyaman untuk dihuni,
rahim perempuan itu
aku protes!
aku berontak!
aku menangis kuat-kuat, oe...! oee ...! oeee...!
Masih kuingat perempuan itu
harum tubuhnya menjadi penyebab aku terlelap
dalam dekapan hangatnya
obrolan tengah malam berdua bersamanya merasuk
sukma dan otakku
do’a yang dinaikkannya dipertiga malam
menebus langit ketujuh, bersemayam, mengendap
dan akhirnya jatuh berupa butir-butir kasih sayang
menjadi pupuk terbaik bagi pertumbuhan batinku
Ma,
engkaulah perempuan itu
perempuan yang kucintai sepenuh hati
tak ada daya upaya sekuat tekadmu
tak ada kasih sayang setulus milikmu
tak sanggup aku mengingkari cintamu
tak sanggup aku membalas kasihmu
Ma,
bukan cuma aku yang membutuhkanmu
bangsa ini pun bertopang pada pilarmu
pilar kejujuran, kebersahajaan, keanggunan, keteladanan
sekaligus kekuatanmu
Rabbiqfirli wali walidaya warhamhumma kama rabbayani
shaqira’
Ya Allah,
kasihi dan sayangilah dia
sebagaimana dia mengasihi dan menyayangiku di waktu
aku kecil
I love you, ma!
Jkrt, 1404 at 4 am
-- Penghujung Fajar--
Tidak ada komentar:
Posting Komentar